Rabu, 10 Agustus 2011

Wudhu' wajib & Wudhu' Sunnah


Sebagian ulama menuliskan bahwa ketika kita berziarah ke makam Rasulullah SAW, disunnahkan untuk berwudhu. Dan kebetulan memang makam beliau berada di dalam masjid Nabawi, di mana kita memang disunnahkan untuk berwudhu' ketika memasuki masjid manapun, terlebih masjid nabawi.
Tetapi kami sampai hari ini tidak atau belum lagi menemukan dalil yang mendasari masyru'iyah untuk berwudhu' kalau mau datang ziarah ke kuburan. Baik kuburan para wali, ulama, orang biasa atau pun orang kafir.
Kalau kita buka kitab-kitab fiqih, kita akan dapati para ulama telah membuat batasan dan klasifikasi hukum wudhu', mana yang hukumnya wajib dan mana yang hukumnya sunnah.
1. Wudhu' Yang Hukumnya Fardhu/ Wajib
Hukum wudhu` menjadi fardhu atau wajib manakala seseorang akan melakukan hal-hal berikut ini:
a. Melakukan Shalat
Baik shalat wajib maupun shalat sunnah. Termasuk juga di dalamnya sujud tilawah. Dalilnya adalah ayat Al-Quran Al-Kariem berikut ini:
إذا قمتم إلى الصلاة فاغسلوا وجوهكموأيديكم إلى المرافق وامسحوا برؤوسكم وأرجلكم إلى الكعبين
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki... (QS. Al-Maidah: 6)
Juga hadits Rasulullah SAW berikut ini:
عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: لا صلاة لمن لا وضوء له ولا وضوء لمن لا يذكر اسم الله عليه. رواه أحمد وأبو داود وابن ماجه
Dari Abi Hurairah ra bahwa Nabi SAW bersabda, "Tidak ada shalat kecuali dengan wudhu'. Dan tidak ada wudhu' bagi yang tidak menyebut nama Allah. (HR Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah)
Shalat kalian tidak akan diterima tanpa kesucian (berwudhu`) (HR Bukhari dan Muslim)
b. Untuk Menyentuh Mushaf Al-Quran Al-Kariem
Meskipun tulisan ayat Al-Quran Al-Kariem itu hanya ditulis di atas kertas biasa atau di dinding atau ditulis di pada uang kertas. Ini merupakan pendapat jumhur ulama yang didasarkan kepada ayat Al-Quran Al-Kariem.
لا يمسه إلا المطهرون
Tidak ada yang menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci. (QS. Al-Waqi`ah: 79)
Serta hadits Rasulullah SAW berikut ini:
Tidaklah menyentuh Al-Quran Al-Kariem kecuali orang yang suci.(HR Ad-Daruquhtny: hadits dhaif namun Ibnu Hajar mengatakan: Laa ba`sa bihi)
c. Saat Ibadah Tawaf di Seputar Ka`bah
Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum berwudhu` untuk tawaf di ka`bah adalah fardhu. Kecuali Al-Hanafiyah. Hal itu didasari oleh hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:
Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Tawaf di Ka`bah itu adalah shalat, kecuali Allah telah membolehkannya untuk berbicara saat tawaf. Siapa yang mau bicara saat tawaf, maka bicaralah yang baik-baik.(HR Ibnu Hibban, Al-Hakim dan Tirmizy)
2. Wudhu' Yang Hukumnya Sunnah
Sedangkan yang bersifat sunnah adalah bila akan mengerjakan hal-hal berikut ini:
a. Mengulangi wudhu` untuk tiap shalat
Hal itu didasarkan atas hadits Rasulullah SAW yang menyunnahkan setiap akan shalat untuk memperbaharui wudhu` meskipun belum batal wudhu`nya. Dalilnya adalah hadits berikut ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: لَوْلا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لأَمَرْتهمْ عِنْدَ كُلِّ صَلاةٍ بِوُضُوءٍ, وَمَعَ كُلِّ وُضُوءٍ بِسِوَاكٍ رَوَاهُ أَحْمَدُ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Seandainya tidak memberatkan ummatku, pastilah aku akan perintahkan untuk berwudhu pada tiap mau shalat. Dan wudhu itu dengan bersiwak. (HR Ahmad dengan isnad yang shahih)
Selain itu disunnah bagi tiap muslim untuk selalu tampil dalam keadaan berwudhu` pada setiap kondisinya, bila memungkinkan. Ini bukan keharusan melainkah sunnah yang baik untuk diamalkan.
ولن يحافظ على الوضوء إلا المؤمن
Dari Tsauban bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Tidaklah menjaga wudhu` kecuali orang yang beriman`. (HR Ibnu Majah, Al-Hakim, Ahmad dan Al-Baihaqi)
c. Ketika Akan Tidur
Disunnahkan untuk berwuhu ketika akan tidur, sehingga seorang muslim tidur dalam keadaan suci. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW:
Dari Al-Barra` bin Azib bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Bila kamu naik ranjang untuk tidur, maka berwudhu`lah sebagaimana kamu berwudhu` untuk shalat. Dan tidurlah dengan posisi di atas sisi kananmu.. (HR Bukhari dan Tirmizy).
d. Sebelum Mandi Janabah
Sebelum mandi janabat disunnahkan untuk berwudhu` terlebih dahulu. Demikian juga disunnahkan berwudhu` bila seorang yang dalam keaaan junub mau makan, minum, tidur atau mengulangi berjimak lagi. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW:
Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bila dalam keadaan junub dan ingin makan atau tidur, beliau berwudhu` terlebih dahulu. (HR Ahmad dan Muslim)
Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bila ingin tidur dalam keadaan junub, beliau mencuci kemaluannya dan berwudhu` terlebih dahulu seperti wudhu` untuk shalat. (HR Jamaah)
Dan dasar tentang sunnahnya berwuhdu bagi suami isteri yang ingin mengulangi hubungan seksual adalah hadits berikut ini:
Dari Abi Said al-Khudhri bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Bila kamu berhubungan seksual dengan isterimu dan ingin mengulanginya lagi, maka hendaklah berwuhdu terlebih dahulu.(HR Jamaah kecuali Bukhari)
e. Ketika Marah
Untuk meredakan marah, ada dalil perintah dari Rasulullah SAW untuk meredakannya dengan membasuh muka dan berwudhu`.
Bila kamu marah, hendaklah kamu berwudhu`. (HR Ahmad dalam musnadnya)
f. etika Membaca Al-Quran
Hukum berwudhu ketika membaca Al-Quran Al-Kariem adalah sunnah, bukan wajib. Berbeda dengan menyentuh mushaf menurut jumhur. Demikian juga hukumnya sunnah bila akan membaca hadits Rasulullah SAW serta membaca kitab-kitab syariah.
Diriwayatkan bahwa Imam Malik ketika mengimla`kan pelajaran hadits kepada murid-muridnya, beliau selalu berwudhu` terlebih dahulu sebagai takzim kepada hadits Rasulullah SAW.
g. Ketika Melantunkan Azan, Iqamat
Disunnahkan untuk berwudhu' pada saat seorang muadzdzin melantunkan adzan dan iqamat untuk memanggil orang melakukan shalat.
h. Ziarah Ke Makam Nabi SAW
Dr. Wahbah Az-Zuhaili, seorang ulama kontemporer dari Syiria menyatakan dalam kitabnya bahwa kita disunnahkan untuk berwudhu' manakala kita datang berziarah ke makam nabi Muhammad SAW di dalam masjid nabawi.
i. Menyentuh Kitab-kitab Syar`iyah
Beliau juga mengatakan bahwa berwudhu' disunnahkan manakala memegang atau membaca kitab-kitab syariah. Seperti kitab tafsir, hadits, aqidah, fiqih dan lainnya. Namun bila di dalamnya lebih dominan ayat Al-Quran Al-Kariem, maka hukumnya menjadi wajib. (lihat Al-Fiqhul Islami wa adillatuhu oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili jilid 1 hal 362).
Demikian sekilas tentang momen-momen yang dianjurkan kepada kita untuk berwudhu' di dalamnya. Semoga kita bisa mengamalkannya untuk menambah banyak pahala di akhirat nanti.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc

Kenapa Harus Wudhu' ...???


Dalam Surat Al-Maidah ayat 6, Allah Ta’ala memerintahkan orang-orang beriman untuk berwudhu terlebih dahulu sebelum menunaikan shalat. Wudhu adalah membasuh bagian tertentu yang ditetapkan dari anggota badan dengan air dengan niat membersihkan hadast sebagai persiapan menghadap Allah Ta’ala (mendirikan shalat). Untuk mendapatkan shalat yang sah tentu saja terlebih dahulu kita harus menyempurnakan wudhu kita. Lalu, sudahkah kita melakukannya??

Kesempurnaan wudhu dikembalikan kepada syarat ibadah secara mutlak yakni ikhlas karena Allah dan ittiba (mengikuti contoh dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam), sebagaimana sabda beliau dalam sebuah riwayat :Muslim meriwayatkan dari Utsman Radiallahuanhu, ia berkata : “Aku pernah  melihat Rasulullah berwudhu seperti wudhuku ini, lalu beliau bersabda : ‘Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini, niscaya dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni, sementara shalat sunnahnya dan perjalanan menuju masjid menjadi penyempurna bagi dihapuskannya dosa-dosanya” (HR. Muslim) [1]Mengenai wudhu yang dilaksanakan Utsman radiallahuanhu yang juga merupakan tata cara wudhu yang dilaksanakan Rasulullah dijelaskan dalam sebuah riwayat :Dari Humran Maula (bekas budak) Utsman radiallahuanhu, bahwasanya Utsman pernah meminta air wudhu, kemudian beliau membasuh kedua telapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur-kumur, menghirup air ke hidung dan mengeluarkannya,lalu membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh kedua tangannya sampai siku tiga kali, lalu tangan kirinya sama seperti itu, kemudian menyapu kepalanya, lalu membasuh kedua kakinya yang kanan sampai kedua mata kaki tiga kali, kemudian yang kaki kirinya sama seperti itu, lalu ia berkata, “Aku melihat Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam berwudhu’ seperti wudhu’ku ini” (Muttafaq A’laih) [2] 
Fardu Wudhu
Wudhu memiliki beberapa fardhu  dan rukun yang ditertibkan secara berurutan. Jika ada salah satu diantara fardhu tersebut yang tertinggal, maka wudhunya tidak syah menurut syariat. Fardhu wudhu tersebut adalah sebagai berikut :
1. Niat
Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam: “Sesungguhnya amal perbuatan itu bergantung pada niatnya” (HR. Bukhari Muslim). Niat adalah kemauan dan keinginan hati untuk berwudhu. Juga pada apa yang disebutkan pada hadist, bahwa niat itu bermuara pada hati, sedangkan melafazhkannya bukanlah  merupakan sesuatu yang disyariatkan. [2]
 2.  Membasuh Wajah
Kewajiban membasuh wajah di dalam berwudhu itu hanya sekali. Yaitu dari bagian atas dahi sampai bagian dagu yang bawah dan dari bagian satu telinga ke bagian bawah telinga yang lain. Sebagaimana difrmankan oleh Allah Azza wa Jalla :“Wahai orang-orang yangberiman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat maka basuhlah muka.” (QS. Al-Maidah : 6)Air wudhu itu harus mengalir pada wajah, karena mengalir disini berarti mengalirkan. [2]
3.  Membasuh kedua tangan
Yaitu sampai ke siku dan yang diwajibkan hanya satu kali saja, sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Kemudian tangan kalian sampai ke siku” (QS.Al-Maidah : 6)
4. Mengusap Kepala
Pengertian mengusap adalah membasahi kepala dengan air. Hal ini seperti difirmankan oleh Allah Ta’ala : “Dan usaplah kepala kalian” (QS. Al-Maidah : 6)Dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahuanhu diriwayatkan mengenai sifat wudhu Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam, beliau mengatakan :“Beliau mengusap kepalanya satu kali” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasa’I dengan isnad shahih) [2] Bahkan Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa yang lebih rajih (benar) mengenai usapan kepala adalah sebanyak satu kali saja. Selanjutnya, ada tiga cara yang diperoleh dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam, yaitu :a.       Mengusap seluruh kepala, di dasarkan pada riwayat :Dari Abdullah bin Zaid bin Ashim Radiallahuanhu, beliau berkata : “Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam mengusap kepalanya dengan kedua tangan, dari arah depan ke belakang dan dari arah belakang ke depan (Muttafaq ‘Alaih) –Shahih riwayat Al-Bukhari dan Muslim.Dalam lafazh yang lain menurut riwayat keduanya (al-Bukhari dan Muslim), “Beliau memulai dari bagian depan kepalanya hingga menjalankan kedua tangannya ke tengkuknya kemudian mengembalikan ke tempat semula” [3]
Selain itu juga disyariatkan untuk menyertakan telinga pada saat mengusap kepala :
Dari Abdullah bin Amr Radiallahuanhu, beliau berkata : “Kemudian  beliau (Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam) mengusap kepalanya dan memasukkan kedua jari telunjuk ke dalam telinganya serta mengusap bagian luar telinganya dengan kedua ibu jarinya.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan An-Nasa’I serta dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah) [3]
b.      Membasuh bagian atas surban.Hal ini di dasarkan pada hadist yang diriwayatkan dari Amr bin Umayyah Radhiallahuanhu, dimana ia menceritakan : “Aku pernah melihat Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam mengusap bagian atas surban dan kedua kakinya” (HR. Imam Bukhari, Ibnu Majah dan Imam Ahmad)Berdasarkan pada hadist ini, maka wanita muslimah diperbolehkan membasuh muka dan mengusap bagian atas kerudungnya dengan air.
 c. Mengusap bagian depan kepala dan surban.
Hal ini di dasarkan pada hadist dari Mughirah bin Syu’bah, dimana ia menceritakan : “Bahwa Nabi berwudhu’ kemudian mengusap bagian depan kepala dan bagian atas surbannya serta kedua kaki” (HR.Muslim)   
Jika rambut seorang wanita muslimah dikepang, maka tidaklah cukup hanya dengan menusap kepaangan rambutnya saja. Karena yang menjadi hokum pokok dalam hal ini adalah mengusap kepala. Pada sisi lain diperbolehkan membasuh bagian depan kepala, sesuai dengan hadist dari Anas bin Malik Radiallahuanhu, dimana aia menceritakan :“Aku pernah melihat Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam berwudhu’ sedang  beliau memakai surban dari Qatar. Maka beliau menyelipkan tangannya dari bawah surban untuk menyapu kepala bagian depan, tanpa melepas surban itu. (HR. Abu Dawud)                
5.      Membasuh kedua kaki
Yaitu membasuh kakki hingga mencapai kedua mata kaki. Hal ini didasarkan pada firman Allah Azza wa Jalla :“Basuhlah kedua kaki kalian sampai kedua  mata kaki” (Al-Maidah : 6)
Demikian itulah yang senantiasa dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam, sebagaimana diriwayatkan oleh Umar Radhiallahuanhu :“Rasulullah pernah tertinggal di belakang kami dalam suatu perjalanan. Pada saat itu kami mengetahui datangnya waktu ashar. Kemudian kami berwudhu’ dan membasuh kedua kaki kami. Sembari melihat kea rah kami, beliau berseru dengan suara keeras mengatakan :”dua atau tiga kali!” Celaka bagi tumit-tumit (yang tidak kena air) dari siksaan api neraka”. (Muttafaqun Alaih)Para sahabat Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam telah bersepakat untuk membasuh kedua tumit hingga mata kaki.
6. Tertib dalam membasuh anggota-anggota tubuh diatas.Sebagaimana disebutkan dalam surat al-maidah ayat 6 :“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka dan tangan kalian sampai ke siku. Kemudian sapulah kepala kalian serta basuhlah kaki kalian sampai kedua mata kaki” (Al-Maidah : 6)
7.  Berwudhu’ satu kali (sekaligus) dalam satu waktu.
Yaitu, tidak terselang waktu terlalu lama antara satu fardu ke fardhu yang lain. Selain itu, anggota tubuh yang terkena air wudhu harus kering dalam satu waktu. Namun, diberikan keringanan pada selang waktu yang tidak tertalu lama, jika habis atau terputusnya aliran air dan sulit untuk mendapatkan air kembali.
Referensi :
[1] Ringkasan Riyadush Shalihin (An-Nawawi) oleh Syaikh Yusuf An-Nabhani,       Penerbit ibs
[2] Fiqih Wanita, oleh Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Penerbit Pustaka Al-Kautsar[3] Terjemah Bulugul Maram, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Penerbit Pustaka Imam Adz-Dzahabi.


Setelah kita mandi wajib, apakah masih perlu berwudhu' ???


Seseorang yang ingin mengerjakan setelah melaksanakan mandi junub secara syar’i, sebagaimana yang dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak wajib berwudhu lagi. Alasannya, apabila seseorang bersuci dari hadats besar, maka otomatis dia juga bersuci dari hadats kecil yang mengenainya.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَغْتَسِلُ وَيُصَلِّي الرَّكْعَتَيْنِ وَصَلاَةَ الْغَدَاةِ وَلاَ أَرَاهُ يُحْدِثُ وُضُوْءًا بَعْدَ الْغُسْلِ

Dari Aisyah, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi, lalu shalat dua rakaat, dan saya tidak melihat beliau berwudhu lagi setelah mandi.” (Hr. Abu Daud: 259, Ahmad 6/119 dengan sanad shahih)

Hal ini berlaku bagi yang sudah berwudhu saat mandi janabat, maupun belum berwudhu saat mandinya. (Lihat: Shahih Fiqhus Sunnah, Syekh Abu Malik: 1/181)
Wallahu a’alam.

Dijawab oleh Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali pada Majalah Al-Furqon, edisi 12, tahun ke-7, 1430 H/2009 M.

Selasa, 09 Agustus 2011

Shalat Rasulullah.S.A.W

Tata Cara Shalat Taubat


 Untuk bertaubat dengan sebenarnya (taubat nasuha), ada kriteria / persyaratan tertentu, pokok-pokoknya sebagai berikut:
  1. Ikhlas. Artinya bertaubat semata-mata karena Allah SWT.
  2. Memohon ampunan Allah SWT.
  3. Menyesali dosa yang telah diperbuat
  4. Bersungguh-sungguh untuk meninggalkan dosa yang telah dilakukannya
  5. Tidak mengulangi dosa yang telah diperbuat
  6. Memenuhi hak-hak adami. Artinya, jika dosa kita berkenaan dengan hak orang lain, maka kita harus meminta maaf dan mengganti hak-haknya yang telah kita ambil.
Adapun salah cara kita melakukan taubat adalah dengan melaksanakan shalat sunnat untuk memohon ampunan Allah, secara umum shalat ini disebut shalat sunnat taubat. Bagaimana tatacara shalat taubat dimaksud? Ada beberapa versi yang biasa dilakukan para ulama terutama dalam hal bacaan shalat dan do’anya. Salah satunya yang saya temukan sebagai berikut:
  1. Shalat dua rakaat
Rakaat pertama ba’da fatihah membaca surat al-kafirun.
Rakaat kedua ba’da fatihah membaca surat al-ikhlash.
  1. Setelah shalat baca do’a berikut:

إِلهِى عَبْدُكَ الْعَاصِى أَتَاكَ ÷  مُقِرًّا بِالذُّنُوْبِ وَقَدْ دَعَاكَ

فَاِنْ تَغْفِرْ فَأَنْتَ لِذَاكَ أَهْلٌ ÷   وَإِنْ تَطْرُدْ فَمَنْ يَرْحَمْ سِوَاكَ
ذُنُوْبِيْ كَمَوْجِ الْبَحْرِ بَلْ هِيَ أَكْثَرُ ÷ كَمِثْلِ الْجِبَالِ الشُّمِّ بَلْ هِيَ أَكْبَرُ
وَلكِنَّهَا عِنْدَ الْكَرِيْمِ إِذَاعَفَا  ÷ جَنَاحٌ مِنَ الْبَعُوْضِ بَلْ هِيَ أَصْغَرُ
  1. Membaca sayyidul istighfar 1 kali, yaitu:
أَللّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَإِلهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَااسْتَطَعْتُ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّه لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ.
  1. Membaca istighfar sebanyak 70 kali
  2. Terus membaca do’a berikut:
أَللّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ خَطِيْئَتِيْ وَجَهْلِيْ وَإِسْرَافِيْ فِيْ أَمْرِيْ وَمَاأَنْتَ أَعْلَمُ بِه مِنِّيْ. أَللّهُمَّ اغْفِرْلِيْ جِدِّيْ وَهَزْلِيْ وَخَطَئِيْ وَعَمْدِيْ وَكُلُّ ذَالِكَ عِنْدِيْ. أَللّهُمَّ اغْفِرْلِيْ مَاقَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِه مِنِّيْ أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِرُ وَأَنْتَ عَلى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ.

Selanjutnya anda dapat berdo’a dengan do’a-do’a lainnya semampu anda. Bahkan, anda bisa saja memohon dengan bahasa indonesia atau bahasa lainnya.

Dalil tentang disyariatkannya shalat sunah taubat:
Dari Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila ada orang yang melakukan suatu perbuatan dosa, kemudian dia berwudhu dengan sempurna, lalu dia mendirikan shalat dua rakaat, dan selanjutnya dia beristigfar memohon ampun kepada Allah, maka Allah pasti mengampuninya.” (HR. At-Turmudzi; dinilai hasan oleh Al-Albani)


Qunut shalat Shubuh

Pendapat pertama :
Qunut shubuh disunnahkan secara terus-menerus, ini adalah pendapat Malik, Ibnu Abi Laila, Al-Hasan bin Sholih dan Imam Syafi’iy.

Pendapat kedua :
Qunut shubuh tidak disyariatkan karena qunut itu sudah mansukh (terhapus hukumnya). Ini pendapat Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsaury dan lain-lainnya dari ulama Kufah.

Pendapat ketiga :
Qunut pada sholat shubuh tidaklah disyariatkan kecuali pada qunut nazilah maka boleh dilakukan pada sholat shubuh dan pada sholat-sholat lainnya. Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Al-Laits bin Sa’d, Yahya bin Yahya Al-Laitsy dan ahli fiqh dari para ulama ahlul hadits.
Huraian Pendapat pertama:
Di dalam madzab Syafii sudah disepakati bahwa membaca doa qunut dalam shalat subuh pada I’tidal rakaat kedua adalah sunat Ab’ad. Sunnah Ab’ad artinya diberi pahala bagi yang mengerjakannya dan bagi yang lupa mengerjakannya disunnahkan mengantikannya dengan sujud  syahwi.

Tersebut dalam Al Majmu’ Syarah Muhazzab jilid III/504 sebagai berikut :
“Dalam madzab Syafei disunnatkan qunut pada waktu shalat subuh baik ketika turun bencana atau tidak. Dengan hukum inilah berpegang majoriti ulama salaf dan orang-orang yang sesudah mereka. Dan diantara yang berpendapat demikian adalah Abu Bakar as-shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, Barra’ bin Azib – semoga Allah meridhoi mereka semua. Ini diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad yang shahih. Banyak pula orang tabi’in dan yang sesudah mereka berpendapat demikian. Inilah madzabnya Ibnu Abi Laila, Hasan bin Shalih, Malik dan Daud.” 

Dalam kitab al-Umm jilid I/205 disebutkan bahwa Imam Syafei berkata :
“Tidak ada qunut pada shalat lima waktu selain shalat subuh. Kecuali jika terjadi bencana, maka boleh qunut pada semua shalat jika imam menyukai”. 

Imam Jalaluddin al-Mahalli berkata dalam kitab Al-Mahalli jilid I/157 :
“Disunnahkan qunut pada I’tidal rekaat kedua dari shalat subuh dan dia adalah “Allahummahdinii fiman hadait….hingga akhirnya”. 
Demikian hukum tentang qunut subuh dalam madzab syafii.

Dalil-Dalil Sunat membaca qunut subuh
Berikut ini dikemukakan dalil-dalil tentang hokum sunat qunut subuh yang diantaranya adalah sebagai berikut :
Hadits dari Anas ra.:
“Bahwa Nabi saw. pernah qunut selama satu bulan sambil mendoakan kecelakaan atas mereka kemudian Nabi meninggalkannya.Adapun pada shalat subuh, maka Nabi melakukan qunut hingga bainda wafat”
Hadits ini diriwayatkan oleh sekelompok huffadz  dan mereka juga ikut menshahihkannya. Diantara ulama yang mengakui keshahihan hadis ini adalah Hafidz Abu Abdillah Muhammad ali al-Balkhi dan Al-Hakim Abu Abdillah pada beberapa tempat di kitabnya serta Imam Baihaqi. Hadits ini juga turut di riwayatkan oleh Darulquthni dari beberapa jalan dengan sanad-sanad yang shahih.
Sementara dalam sebuah hadis,

حدثنا عمرو بن علي الباهلي ، قال : حدثنا خالد بن يزيد ، قال : حدثنا أبو جعفر الرازي ، عن الربيع ، قال : سئل أنس عن قنوت النبي صلى الله عليه وسلم : « أنه قنت شهرا » ، فقال : ما زال النبي صلى الله عليه وسلم يقنت حتى مات قالوا : فالقنوت في صلاة الصبح لم يزل من عمل النبي صلى الله عليه وسلم حتى فارق الدنيا ، قالوا : والذي روي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قنت شهرا ثم تركه ، إنما كان قنوته على من روي عنه أنه دعا عليه من قتلة أصحاب بئر معونة ، من رعل وذكوان وعصية وأشباههم ، فإنه قنت يدعو عليهم في كل صلاة ، ثم ترك القنوت عليهم ، فأما في الفجر ، فإنه لم يتركه حتى فارق الدنيا ، كما روى أنس بن مالك عنه صلى الله عليه وسلم في ذلك وقال آخرون : لا قنوت في شيء من الصلوات المكتوبات ، وإنما القنوت في الوتر
MaksudnyaDikatakan oleh Umar bin Ali Al Bahiliy, dikatakan oleh Khalid bin Yazid, dikatakan Jaafar Arraziy, dari Arrabi’ berkata : Anas ra ditanya tentang Qunut Nabi saw bahwa apakah betul beliau saw berqunut sebulan, maka berkata Anas ra : beliau saw selalu terus berqunut hingga wafat, lalu mereka mengatakan maka Qunut Nabi saw pada shalat subuh selalu berkesinambungan hingga beliau saw wafat, dan mereka yg meriwayatkan bahwa Qunut Nabi saw hanya sebulan kemudian berhenti maka yg dimaksud adalah Qunut setiap shalat untuk mendoakan kehancuran atas musuh musuh, lalu (setelah sebulan) beliau saw berhenti, namun Qunut di shalat subuh terus berjalan hingga beliau saw wafat.
(Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 2 hal 211 Bab Raf’ul yadayn filqunut, Sunan Imam Baihaqi ALkubra Juz 3 hal 41)
Hadits dari Barra’ Ra. :
“Bahwa Rasulullah Saw. melakukan qunut pada shalat subuh dan maghrib”. (HR. Muslim). 
Demikianlah perbahasan tentang hokum qunut dalam solat subuh.
Kesimpulannya , qunut tidaklah wajib,bahkan hukumnya sunnat ab’adh.Ada pendapat Imam-imam lain selain dari Imam Syafie yang mengatakan hukumnya tidak sunat berdasarkan dalil2 yang kuat juga. Jadi kita janganlah terlalu taasub kepada satu pandangan mazhab sahaja. Bahkan kita dididik oleh para ulama’dahulu supaya berlapang dada dengan pendapat imam lain yang mu’tabar, dan kita menghormati pegangan yang berbeza dengan kita. Itulah yang terbaik untuk kesatuan ummah dan masyarakat kita. Janganlah kerana seseorang tidak membaca qunut kita terus menghukumnya tidak benar,memarahinya atau mengutuknya padahal hokum qunut adalah sunat sedangkan menjaga hubungan persaudaraan dengannya adalah wajib.
Moga kita mendapat petunjuk darinya.
Saya tidak mengemukakan dalil2 mazhab yang lain di sini untuk meringkaskan perbincangan. Jika saudara berhajatkan dalil2 tersebut boleh didapati di dalam kitab2 mazhab yang berkaitan.
Wallahu A’lam.
*Ust.Shahidah Sheikh Ahmad

sumber : ttp://buntamix.blogspot.com

Senin, 08 Agustus 2011

Yasinan Bid'ah Or No....?????


“Ayo pak kita yasinan di rumahnya pak RT!” Kegiatan yang sudah menjadi tradisi di masyarakat kita ini biasanya diisi dengan membaca surat Yasin secara bersama-sama. Mereka bermaksud mengirim pahala bacaan tersebut kepada si mayit untuk meringankan penderitaannya. Timbang-timbang, daripada berkumpul untuk bermain catur, kartu apalagi berjudi, kan lebih baik digunakan untuk membaca Al-Qur’an (khususnya surat Yasin). Memang sepintas jika dipertimbangkan menurut akal pernyataan itu benar namun kalau dicermati lagi ternyata ini merupakan kekeliruan.
Al-Qur’an Untuk Orang Hidup
Al-Qur’an diturunkan Alloh Ta’ala kepada Nabi Muhammad shollallohu’alaihi wa sallam sebagai petunjuk, rahmat, cahaya, kabar gembira dan peringatan. Maka kewajiban orang-orang yang beriman untuk membacanya, merenungkannya, memahaminya, mengimaninya, mengamalkan dan berhukum dengannya. Hikmah ini tidak akan diperoleh seseorang yang sudah mati. Bahkan mendengar saja mereka tidak mampu. “Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang mati itu mendengar.” (Terjemah An-Nahl: 80). Alloh Ta’ala juga berfirman di dalam surat Yasin tentang hikmah tersebut yang artinya, “Al Qur’an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan supaya dia memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup.” (Yasin: 69-70). Alloh berfirman yang artinya, “Sesungguhnya seseorang itu tidak akan menanggung dosa seseorang yang lain dan bahwasanya manusia tidak akan memperolehi ganjaran melainkan apa yang telah ia kerjakan.” (An-Najm: 38-39). Berkata Al-Hafizh Imam Ibnu Katsir rohimahulloh: “Melalui ayat yang mulia ini, Imam Syafi’i rohimahulloh dan para pengikutnya menetapkan bahwa pahala bacaan (Al-Qur’an) dan hadiah pahala tidak sampai kepada orang yang mati, karena bacaan tersebut bukan dari amal mereka dan bukan usaha mereka. Oleh karena itu Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memerintahkan umatnya, mendesak mereka untuk melakukan perkara tersebut dan tidak pula menunjuk hal tersebut (menghadiahkan bacaan kepada orang yang mati) walaupun hanya dengan sebuah dalil pun.”
Adapun dalil-dalil yang menunjukkan keutamaan surat Yasin jika dibaca secara khusus tidak dapat dijadikan hujjah. Membaca surat Yasin pada malam tertentu, saat menjelang atau sesudah kematian seseorang tidak pernah dituntunkan oleh syari’at Islam. Bahkan seluruh hadits yang menyebutkan tentang keutamaan membaca Yasin tidak ada yang sahih sebagaimana ditegaskan oleh Al Imam Ad Daruquthni.
Islam telah menunjukkan hal yang dapat dilakukan oleh mereka yang telah ditinggal mati oleh teman, kerabat atau keluarganya yaitu dengan mendo’akannya agar segala dosa mereka diampuni dan ditempatkan di surga Alloh subhanahu wa ta’ala. Sedangkan jika yang meninggal adalah orang tua, maka termasuk amal yang tidak terputus dari orang tua adalah do’a anak yang sholih karena anak termasuk hasil usaha seseorang semasa di dunia.
Biar Sederhana Yang Penting Ada Tuntunannya
Jadi, tidak perlu repot-repot mengadakan kenduri, yasinan dan perbuatan lainnya yang tidak ada tuntunannya dari Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam. Bahkan apabila dikaitkan dengan waktu malam Jum’at, maka ada larangan khusus dari Rosululloh shollalohu’alaihi wa sallam yakni seperti yang termaktub dalam sabdanya, “Dari Abu Hurairah, dari Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam: Janganlah kamu khususkan malam Jum’at untuk melakukan ibadah yang tidak dilakukan pada malam-malam yang lain.” (HR. Muslim). Bukankah lebih baik beribadah sedikit namun ada dalilnya dan istiqomah mengerjakannya dibanding banyak beribadah tapi sia-sia? Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang beramal yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka ia tertolak.” (HR. Muslim). Semoga Alloh subhanahu wa ta’ala melindungi kita semua dari hal-hal yang menjerumuskan kita ke dalam kebinasaan. Wallohu a’lam bishshowab.
بسم الله الر ححمن الرحي

Akhir Akhir  ini umat Islam mungkin telah lelah dengan polemik klassik yang terjadi di Indonesia diantaranya masalah yasinan dan tahlilan. Silang pendapat antara pihak yang setuju bahkan membudayakan yasinan dan tahlilan, dengan Pihak yang tidak setuju dengan yasinan tahlilan bahkan menganggap bahwa tahlilan dan yasinan adalah perkara bid’ah dan kesesatan,hingga saat ini  masih terjadi,yang menjadi korban adalah masyarakat ‘awam yang belum  faham devinisi  bid’ah dan belum menyadari bahwa semua yang dibaca dan yang dilakukan didalam pelaksanaan tahlilan dan yasinan memiliki landasan hukum baik dari Al Quran atau Al Hadits.

Dimana-mana baik di dalam pengajian-pengajian umum, ta’lim-ta’lim rutin setiap kali membicarakan bid’ah maka pasti yasinan dan tahlilan menjadi contohnya. Mereka mengatakan bahwa yasinan dan tahlilan adalah bid’ah dholalah karena tidak pernah ada contohnya dari Rasulullah dan para sahabat, yasinan dan tahlilan adalah budaya hindu yang dimodifikasi dengan ajaran Islam, bahkan yasinan dan tahlilan sudah mengarah kepada kesyirikan,dan pelakunya terancam masuk kedalam Neraka.

Sebelum kita berani mengatakan bahwa tahlilan dan yasinan adalah bid’ah,ada baiknya terlebih dahulu kita mengetahui/mencari tahu devinisi Bid’ah menurut para ‘ulama, kemudian kita mencari tahu devinisi tahlilan dan yasinan,setelah kita tahu devinisi keduanya baru kita menyimpulkan apakh tahlilan dan yasinan termasuk bid’ah dholalah,atau sunnah.?
DEVINISI BID’AH
Imam Syafi’i rahimahullah,seorang ‘ulama besar pendiri madzhab syaafi’iyyah,mendefinisikan, bid’ah sbb,
ما أحدث يخالف كتابا أو سنة اأو أثرا أو اجماعا, فهذه البدعة الضلالة. وما أحدث من الخير, لا خلاف فيه لواحد من هذه الأصول, فهذه محدثة غير مذمومة.
“ Bid’ah adalah apa-apa yang diadakan yang menyelisihi kitab Allah dan sunah-NYA, atsar, atau ijma’ maka inilah bid’ah yang sesat. Adapun perkara baik yang diadakan, yang tidak menyelisihi salah satu pun prinsip-prinsip ini maka tidaklah termasuk perkara baru yang tercela.”

Imam Ibnu Rojab rahimahullah dalam kitabnya yang berjudul “ Jami’ul Ulum wal Hikam “ mengatakan bahwa bid’ah adalah,
ما أُحْدِثَ ممَّا لا أصل له في الشريعة يدلُّ عليه ، فأمَّا ما كان له أصلٌ مِنَ الشَّرع يدلُّ عليه ، فليس ببدعةٍ شرعاً ، وإنْ كان بدعةً لغةً ،

“ Bid’ah adalah apa saja yang dibuat tanpa landasan syari’at. Jika punya landasan hukum dalam syari’at, maka bukan bid’ah secara syari’at, walaupun termasuk bid’ah dalam tinjauan bahasa.”

Dalam definisi bid’ah yang dikemukakan oleh para ulama’ di atas, bukankah bisa difahami bahwa perkara baru atau perkara yang tidak ada contohnya dari Rasulullah SAW itu dibagi dua yaitu perkara baru yang sama sekali tidak ada dasarnya dalam syare’at dan perkara baru yang ada dasarnya dalam syare’at. Ibnu Rojab menegaskan bahwa perkara baru yang ada dasarnya dalam syare’at, itu tidak bisa dikatakan bid’ah secara syare’at walaupun sebenarnya ia termasuk bid’ah secara bahasa, dan jika suatu amalan dianggap bid’ah secara bahasa,tapi tidak secara syare’at,maka amalan tersebut boleh dilakukan,selagi tidak ada nash yang nyata nyata melarangnya.

Setelah kita tahu devinisi bid’ah menurut para ‘ulama,sekarang mari kita lihat devinisi tahlilan dan yasinan.

DEFINISI TAHLILAN DAN YASINAN
Kata Tahlilan berasal dari bahasa Arab tahliil (تَهْلِيْلٌ) dari akar kata:
هَلَّلَ – يُهَلِّلُ – تَهْلِيْلا
yang berarti mengucapkan kalimat: لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ . Kata tahlil dengan pengertian ini telah muncul dan ada di masa Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam, sebagaimana dalam sabda beliau:

عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى .رواه مسلم
“ Dari Abu Dzar radliallahu 'anhu, dari Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam, sesungguhnya beliau bersabda: "Bahwasanya pada setiap tulang sendi kalian ada sedekah. Setiap bacaan tasbih itu adalah sedekah, setiap bacaan tahmid itu adalah sedekah, setiap bacaan TAHLIL itu adalah sedekah, setiap bacaan takbir itu adalah sedekah, dan amar ma’ruf nahi munkar itu adalah sedekah, dan mencukupi semua itu dua rakaat yang dilakukan seseorang dari sholat Dluha.” (Hadits riwayat: Muslim).

sedangkan yasinan adalah acara membaca surat yasin yang biasanya juga dirangkai dengan tahlilan. Di kalangan masyarakat Indonesia istilah tahlilan dan yasinan populer digunakan untuk menyebut sebuah acara dzikir bersama, doa bersama, atau majlis dzikir. Singkatnya, acara tahlilan, dzikir bersama, majlis dzikir, atau doa bersama adalah ungkapan yang berbeda untuk menyebut suatu kegiatan yang sama, yaitu: kegiatan individual atau berkelompok untuk berdzikir kepada Allah SWT, Pada hakikatnya tahlilan/yasinan adalah bagian dari dzikir kepada Allah SWT


2. Dalil-dalil tentang dzikir bersama

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ مُعَاوِيَةُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ عَلَى حَلْقَةٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ: مَا أَجْلَسَكُمْ ؟. قَالُوا: جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللَّهَ وَنَحْمَدُهُ عَلَى مَا هَدَانَا لِلْإِسْلَامِ وَمَنَّ بِهِ عَلَيْنَا. قَالَ: آللَّهِ مَا أَجْلَسَكُمْ إِلَّا ذَاكَ؟ قَالُوا: وَاللَّهِ مَا أَجْلَسَنَا إِلَّا ذَاكَ. قَالَ أَمَا إِنِّي لَمْ أَسْتَحْلِفْكُمْ تُهْمَةً لَكُمْ وَلَكِنَّهُ أَتَانِي جِبْرِيلُ فَأَخْبَرَنِي أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُبَاهِي بِكُمُ الْمَلَائِكَةَ . رواه أحمد و مسلم و الترمذي و النسائي

“ Dari Abu Sa'id al-Khudriy radliallahu 'anhu, Mu'awiyah berkata: Sesungguhnya Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam pernah keluar menuju halaqah (perkumpulan) para sahabatnya, beliau bertanya: "Kenapa kalian duduk di sini?". Mereka menjawab: "Kami duduk untuk berdzikir kepada Allah dan memujiNya sebagaimana Islam mengajarkan kami, dan atas anugerah Allah dengan Islam untuk kami". Nabi bertanya kemudian: "Demi Allah, kalian tidak duduk kecuali hanya untuk ini?". Jawab mereka: "Demi Allah, kami tidak duduk kecuali hanya untuk ini". Nabi bersabda: "Sesungguhnya aku tidak mempunyai prasangka buruk terhadap kalian, tetapi malaikat Jibril datang kepadaku dan memberi kabar bahwasanya Allah 'Azza wa Jalla membanggakan tindakan kalian kepada para malaikat". (Hadits riwayat: Ahmad, Muslim, At-Tirmidziy dan An-Nasa`iy).

Jika kita perhatikan hadits ini, dzikir bersama yang dilakukan para sahabat tidak hanya sekedar direstui oleh Nabi Muhammad SAW, tetapi Nabi juga memujinya, karena pada saat yang sama Malaikat Jibril memberi kabar bahwa Allah 'Azza wa Jalla membanggakan kreatifitas dzikir bersama yang dilakukan para sahabat ini kepada para malaikat.

Sekarang marilah kita perhatikan hadits berikut ini

عَنِ الْأَغَرِّ أَبِي مُسْلِمٍ أَنَّهُ قَالَ أَشْهَدُ عَلَى أَبِي هُرَيْرَةَ وَأَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّهُمَا شَهِدَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: لَا يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا حَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ. رواه مسلم

"Dari Al-Agharr Abu Muslim, sesungguhnya ia berkata: Aku bersaksi bahwasanya Abu Hurairah dan Abu Said Al-Khudzriy bersaksi, bahwa sesungguhnya Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Tidak duduk suatu kaum dengan berdzikir bersama-sama kepada Allah 'Azza   wa Jalla, kecuali para malaikat mengerumuni mereka, rahmat Allah mengalir memenuhi mereka, ketenteraman diturunkan kepada mereka, dan Allah menyebut mereka dalam golongan orang yang ada disisiNya". (Hadits riwayat Muslim)
dan masih banyak lagi hadts hadits shohih yang menjelaskan tentang ke utamaan dzikir berjama’ah.
3. DASAR - DASAR BACAAN YANG ADA DALAM ACARA YASINAN DAN TAHLILAN

Seluruh bacaan dan dzikir yang kita baca dalam yasinan dan tahlilan semua mengandung ke utamaan – ke utamaan,dan Rosululloh SAW sendiri menyuruh  kita untuk membacanya.

Bacaan-bacaan yang selalu dibaca dalam acara tahlilan yaitu:

1. Membaca Surat Al-Fatihah.

Dalil mengenai  keutaman Surat Al Fatihah:

Sabda Rosululloh SAW.
Artinya: "Dari Abu Sa`id Al-Mu'alla radliallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda kepadaku: "Maukah aku ajarkan kepadamu surat yang paling agung dalam Al-Qur'an, sebelum engkau keluar dari masjid?". Maka Rasulullah memegang tanganku. Dan ketika kami hendak keluar, aku bertanya: "Wahai Rasulullah! Engkau berkata bahwa engkau akan mengajarkanku surat yang paling agung dalam Al-Qur'an". Beliau menjawab: "Al-Hamdu Lillahi Rabbil-Alamiin (Surat Al-Fatihah), ia adalah tujuh surat yang diulang-ulang (dibaca pada setiap sholat), ia adalah Al-Qur'an yang agung yang diberikan kepadaku".
(Hadits riwayat: Al-Bukhari).

2. Membaca Surat Yasin.

Dalil mengenai keutamaan Surat Yasin.
Sabda Rosuululloh SAW
“Artinya”Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu., ia berkata: "Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa membaca surat Yasin di malam hari, maka paginya ia mendapat pengampunan, dan barangsiapa membaca surat Hamim yang didalamnya diterangkan masalah Ad-Dukhaan (Surat Ad-Dukhaan), maka paginya ia mendapat mengampunan". (Hadits riwayat: Abu Ya'la). Sanadnya baik. (Lihat tafsir Ibnu Katsir dalam tafsir Surat Yaasiin)

Rosululloh SAW juga bersabda,
Artinya“ Dari Ma'qil bin Yasaar radliallahu 'anhu, ia berkata: Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Bacalah Surat Yaasiin atas orang mati kalian" (Hadits riwayat: Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Sabda Rosululloh SAW,
Artinya“ Dari Ma'qil bin Yasaar radliallahu 'anhu, sesungguhnya Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: Surat Al-Baqarah adalah puncak Al-Qur'an, 80 malaikat menyertai diturunkannya setiap ayat dari surat ini. Dan Ayat laa ilaaha illaa Huwa Al-Hayyu Al-Qayyuumu (Ayat Kursi) dikeluarkan lewat bawah 'Arsy, kemudian dimasukkan ke dalam bagian Surat Al-Baqarah. Dan Surat Yaasiin adalah jantung Al-Qur'an, seseorang tidak membacanya untuk mengharapkan Allah Tabaaraka wa Ta'aalaa dan Hari Akhir (Hari Kiamat), kecuali ia diampuni dosa-dosanya. Dan bacalah Surat Yaasiin pada orang-orang mati kalian".
(Hadits riwayat: Ahmad)

3. Membaca Surat Al-Ikhlash.

Dalil mengenai keutamaan Surat Al-Ikhlash.
Rosululloh SAW bersabda,
Artinya“ Dari Abu Said Al-Khudriy radliallahu 'anhu, ia berkata: Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabatnya: "Apakah kalian tidak mampu membaca sepertiga Al-Qur'an dalam semalam?". Maka mereka merasa berat dan berkata: "Siapakah di antara kami yang mampu melakukan itu, wahai Rasulullah?". Jawab beliau: "Ayat Allahu Al-Waahid Ash-Shamad (Surat Al-Ikhlash maksudnya), adalah sepertiga Al-Qur'an"
(Hadits riwayat: Al-Bukhari).

Imam Ahmad meriwayatkan:

Artinya“ Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam mendengar seseorang membaca Qul huwaAllahu Ahad (Surat Al-Ikhlash). Maka beliau bersabda: "Pasti". Mereka (para sahabat) bertanya: "Wahai Rasulullah, apa yang pasti?". Jawab beliau: "Ia pasti masuk surga".
(Hadits riwayat: Ahmad).





4. Membaca Surat Al-Falaq
5. Membaca Surat An-Naas

Dalil keutamaan Surat Al-Falaq dan An-Naas.

Artinya“ Dari Aisyah radliallahu 'anhaa, "bahwasanya Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bila merasa sakit beliau membaca sendiri Al-Mu`awwidzaat (Surat Al-Ikhlas, Surat Al-Falaq dan Surat An-Naas), kemudian meniupkannya. Dan apabila rasa sakitnya bertambah aku yang membacanya kemudian aku usapkan ke tangannya mengharap keberkahan dari surat-surat tersebut".
(Hadits riwayat: Al-Bukhari).

6. Membaca Surat Al-Baqarah ayat 1 sampai 5
7. Membaca Surat Al-Baqarah ayat 163
8. Membaca Surat Al-Baqarah ayat 255 (Ayat Kursi)
9. Membaca Surat Al-Baqarah ayat 284 sampai akhir Surat.

Dalil keutamaan ayat-ayat tersebut:

Artinya"Dari Abdullah bin Mas'ud radliallahu 'anhu, ia berkata: "Barangsiapa membaca 10 ayat dari Surat Al-Baqarah pada suatu malam, maka setan tidak masuk rumah itu pada malam itu sampai pagi, Yaitu 4 ayat pembukaan dari Surat Al-Baqarah, Ayat Kursi dan 2 ayat sesudahnya, dan 3 ayat terakhir yang dimulai lillahi maa fis-samaawaati..)" (Hadits riwayat: Ibnu Majah).

10. Membaca Istighfar ,

Dalil keutamaan membaca istighfar:

Allah SWT berfirman:
 "Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat". (QS. Huud: 3)

Sabda Rosululoh SAW.
“ Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu : Aku mendengar Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Demi Allah! Sungguh aku beristighfar (memohon ampun) dan bertaubat kepadaNya lebih dari 70 kali dalam sehari". (Hadits riwayat: Al-Bukhari).

Sbda Rosululloh SAW.
“ Dari Al-Aghar bin Yasaar Al-Muzani radliallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Wahai manusia! Bertaubatlah kepada Allah. Sesungguhnya aku bertaubat kepadaNya seratus kali dalam sehari". (Hadits riwayat: Muslim).

11. Membaca Tahlil : لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ
12. Membaca Takbir : اَللهُ أَكْبَرُ
13. Membaca Tasbih : سُبْحَانَ اللهِ
14. Membaca Tahmid : الْحَمْدُ للهِ

Dalil mengenai keutamaan membaca tahlil, takbir dan tasbih:
Sabda Rosululloh SAW.
Artinya“ Dari Jabir bin Abdullah radliallahu 'anhumaa, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Sebaik-baik Dzikir adalah ucapan Laa ilaaha illa-Llah, dan sebaik-baik doa adalah ucapan Al-Hamdi li-Llah". (Hadits riwayat: At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Sabda Rosululloh SAW.
Artinya“ Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, dari Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Ada dua kalimat yang ringan di lidah, berat dalam timbangan kebaikan dan disukai oleh Allah Yang Maha Rahman, yaitu Subhaana-Llahi wa bihamdihi, Subhaana-Llahi Al-'Adzim".( Hadits riwayat: Al-Bukhari, Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah).
Sabda Rosululloh.
Artinya“ Dari Abu Dzar radliallahu 'anhu, dari Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam, sesungguhnya beliau bersabda: "Bahwasanya pada setiap tulang sendi kalian ada sedekah. Setiap bacaan tasbih itu adalah sedekah, setiap bacaan tahmid itu adalah sedekah, setiap bacaan tahlil itu adalah sedekah, setiap bacaan takbir itu adalah sedekah, dan amar makruf nahi munkar itu adalah sedekah, dan mencukupi semua itu dua rakaat yang dilakukan seseorang dari sholat Dluha.” (Hadits riwayat: Muslim).
Demikianlah dalil-dalil yang biasa dipakai sebagai dasar dilaksanakanya amal tahlilan dan yasinan oleh kaum muslimin yang mendukung tahlilan dan yasinan. Tulisan ini bukan bermaksud untuk mengajak pembaca sekalian harus setuju dengan tahlilan dan yasinan, tetapi lebih sebagai keprihatinan penulis terhadap kondisi umat Islam khususnya di Pulau Batam, yang saling menyalahkan, membid’ahkan bahkan sampai mengkafirkan satu sama lain. Padahal ini hanya disebabkan  perbedaan-perbedaan pendapat para ‘ulama kita, yang para ulama itu sendiri sebenarnya sangat longgar dalam mensikapinya. Tahlilan dan yasinan adalah salah satu amalan yang selalu dicecar dengan kata-kata sesat, bid’ah bahkan sampai kekafiran. Dan bisa dikatakan bahwa di Batam ini, tahlilan dan yasinan menjadi icon tudingan bid’ah oleh semua pihak yang tidak setuju dengan tahlilan dan yasinan. Setiap pembicaraan bid’ah, ahli bid’ah, menyalahi sunah, sesat dan lain sebagainya pasti menjadikan yasinan dan tahlilan sebagai contohnya.

Satu hal yang harus kita ingat,
Bahwa menjadikan tahlilan dan yasinan sebagai icon tudingan bid’ah , telah menyebabkan kaum muslimin lalai terhadap masalah-masalah yang lebih penting dan prinsipil, seperti pemikiran aqidah yang jelas-jelas kebid’ahan dan kesesatanya yang juga berkembang pada hari ini. Kaum muslimin lalai bahwa di negeri ini ajaran syi’ah dan ahmadiyah terus merangkak maju dan berkembang dengan doktrin dan komunitasnya yang semakin hari semakin kuat. Kaum muslimin juga lalai bahwa kesesatan dan kemusyrikan yang hakiki di abad modern ini, yakni materialisme dan hedonisme, telah menggerogoti ketauhidan dan arti nilai ketuhanan yang bersemayam di hati manusia secara luas. Kaum muslimin juga lalai bahwa saat ini banyak sekali muncul kelompok-kelompok sempalan yang mengusung pemahaman sesat dan sangat jauh dari ajaran Islam yang sebenarnya seperti jama’ah salamullah, agama baha’iyah ingkarus sunah dan lain-lainya.
Mudah-mudahan tulisan yang sangat sederhana ini bisa mengembalikan semangat kaum muslimin yang setuju dengan YASINAN DAN TAHLILAN,dan bagi kaum muslimin yang ANTI YASINAN DAN TAHLILAN,mudah-mudahan bisa menjaga amanah Allah yang berupa lidah,sehingga ia tidak menjadi sebab binasanya sang pemilik lidah itu sendiri.
Wallahu a’lamu bisshowab.

Sumber : http://ulamakelasik.blogspot.com

Kiat Bersyukur


Salah satu kenikmatan yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-Nya adalah rasa syukur. Nikmat inilah yang akan menggolongkan seseorang apakah termasuk manusia kufur atau sebaliknya, pandai bersyukur.
Untuk menjadi hamba yang senantiasa bersyukur kita harus memahami prinsip-prinsip berikut ini.

1. Memahami Makna dan Hakekat Syukur
Ar-Raghib al-Asfahani dalam bukunya al-Mufradat fii Gharib al-Quran menyatakan syukur sebagai gambaran kenikmatan yang diterima seseorang yang tercermin dalam penampilannya.
Dasar dari kata ‘syukur’ adalah ‘membuka’. Kebalikan dari kata ‘kufur’ yang berarti ‘menutup’. Dalam kamus bahasa Indonesia, ‘syukur’ berarti rasa terima kasih.
Hakekat syukur adalah menampakkan nikmat Allah Ta’ala dengan menyebut-nyebut Sang Pemberi nikmat secara lisan. Sedangkan kufur adalah menyembunyikan nikmat-Nya.
Dengan demikian, syukur adalah bagaimana menampakkan nikmat sesuai dengan fungsi dan kegunaannya melalui petunjuk al-Qur`an dan al-Hadits.
Allah Ta’ala berfirman, ”Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (adh-Dhuha [93]: 11)

2. Menerima Syukur Sebagai Kewajiban
Allah Ta’ala berfirman, ”Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku,” (al-Baqarah:152).
Sebagian ulama menjelaskan bahwa ayat ini mengandung perintah untuk mengingat Allah Ta’ala tanpa melupakan-Nya, patuh kepada-Nya tanpa mendurhakai-Nya.
Hal ini menunjukkan bahwa makna bersyukur sebenarnya menghadirkan Allah Ta’ala di segenap nikmat-nikmat-Nya. Dengan mensyukuri nikmat-Nya maka secara otomatis kita telah mengakui eksistensi Allah Ta’ala dalam kehidupan ini.

3. Meninggalkan Kufur Nikmat
Qarun adalah simbol manusia yang mengingkari nikmat dan anugerah Allah Ta’ala. Bahkan, dia berani menegaskan kalau semua yang diperolehnya semata-mata karena kemampuannya. Dengan kata lain, ia telah kufur nikmat.
Firman Allah Ta’ala, ”Qarun berkata, ’Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.’ Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu tentang dosa-dosa mereka,” (al-Qashshas [28]:78).
Adapun untuk mewujudkan syukur yang sempurna, kita harus memenuhi ruang lingkup berikut ini.

1. Berawal dari Pribadi
Allah Ta’ala berfirman, ”Dan barang siapa bersyukur, maka sesungguhnya ia mensyukuri dirinya sendiri dan barang siapa yang kufur maka sesungguhnya Tuhan-Ku Maha Kaya lagi Mulia,” (an-Naml [27]: 40).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) juga bersabda, ”Allah senang melihat (bukti) nikmat-Nya dalam penampilan hamba-Nya,” (Riwayat Tarmizi).
Implementasi syukur ada pada perbuatan dan tindakan nyata sehari-hari. Makna inilah yang dipahami Rasulullah SAW ketika ‘Aisyah, isteri beliau, mendapati beliau senantiasa melaksanakan shalat malam tanpa henti. Bahkan, seakan-akan memaksakan diri hingga kakinya bengkak-bengkak.
Saat ditanya oleh ‘Aisyah apa latar belakang kesungguhan beribadah tersebut, Rasulullah SAW menjawab, “Tidakkah (pantas jika) aku menjadi hamba Allah yang bersyukur?” (Riwayat Bukhari).
Dalam hal ini, Ibnul Qayyim menyebutkan tiga dimensi yang harus ada dalam bersyukur.
Pertama, bersyukur dengan lisan
Wujudnya adalah pengakuan terhadap nikmat Allah Ta’ala sambil memuji-Nya dengan ungkapan ‘alhamdulillah’. Ungkapan ini disampaikan secara lisan kepada Yang Dipuji, secara ikhlas dengan pengakuan yang mendalam, dan dengan penuh kekaguman.
Menurut ahli bahasa, kata ‘alhamdulillah’ disebut sebagai al-istighraq, yang mengandung arti ‘keseluruhan’.
Yang paling berhak menerima segala pujian hanya Allah Ta’ala, bahkan segala pujian harus tertuju dan bermuara kepada-Nya saja.
Jika mata dan hati kita secara sadar menyaksikan dan merasakan nikmat yang tak ternilai harganya, maka akan terurailah kata-kata itu sebagaimana firman Allah Ta’ala, ”Seandainya kamu (akan) menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya,” (Ibrahim [14]: 34).
Kedua, bersyukur dengan hati
Dimensi syukur ini dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh semata-mata karena anugerah dan kemurahan Allah Ta’ala. Syukur dengan hati mengantar manusia untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa keberatan, betapa pun kecilnya nikmat tersebut.
Syukur ini memberikan kesadaran betapa besarnya kemurahan dan kasih sayang Allah Ta’ala sehingga terlontar dari lidahnya pujian kepada-Nya.
Bahkan, syukur yang berangkat dari hati dan pikiran seperti ini akan terekspresi dalam bentuk sujud, yakni sujud syukur.
Ketiga, bersyukur dengan perbuatan
Seluruh anggota badan manusia diciptakan Allah Ta’ala sebagai nikmat. Implementasi dari rasa syukur ini adalah dengan menggunakan semua anggota tubuh tersebut untuk hal-hal yang positif saja.
Shalat seseorang merupakan bukti syukurnya. Puasa dan zakat seseorang juga bukti syukurnya. Apapun kebaikan yang dilakukan seseorang karena Allah Ta’ala adalah implementasi syukur.
Hal ini disimpulkan oleh Muhammad bin Ka’ab Al-Quradhi bahwa syukur pada intinya adalah bertakwa kepada Allah Ta’ala dengan beribadah dan beramal shaleh.

2. Lingkup Keluarga
Teladan Nabi Daud Alaihissalam dalam bersyukur tergambar dalam Hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim. Rasulullah SAW bersabda, “Shalat yang paling dicintai Allah adalah shalat Nabi Daud; ia tidur setengah malam, kemudian bangun sepertiganya dan tidur seperenam malam. Puasa yang paling dicintai Allah juga adalah Puasa Daud; ia puasa sehari, kemudian ia berbuka di hari berikutnya, dan begitu seterusnya.”
Dalam riwayat Ibnu Abi Hatim dari Tsabit Al-Bunani dijelaskan bagaimana Nabi Daud membagi waktu shalat istri, anak, dan seluruh keluarganya, sehingga tidak ada sedikit waktu pun, baik siang maupun malam, kecuali ada salah seorang dari mereka sedang menjalankan shalat (sesuai syariat Nabi Daud).
Dalam hal mencari rezeki, keteladanan Nabi Daud juga diabadikan dalam beberapa Hadits yang menyebut tentang keutamaan bekerja. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seseorang itu makan makanan lebih baik dari hasil kerja tangannya sendiri. Karena sesungguhnya Nabi Daud senantiasa makan dari hasil kerja tangannya sendiri.”
Nabi Daud bekerja tentunya bukan atas dasar tuntutan kebutuhan hidup karena ia seorang raja yang sudah tercukupi kebutuhannya. Namun, ia memilih sesuatu yang utama sebagai wujud rasa syukurnya yang tiada terhingga kepada Allah Ta’ala.

3. Lingkup Negara
Wujud syukur dalam lingkup ini adalah dengan menegakkan syariat Islam. Allah Ta’ala berfirman, ”Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui,” (al-Jaatsiyah [45]: 18).
Penerapan syariat Islam merupakan rasa syukur atas nikmat iman dan Islam, terlebih di negeri-negeri Muslim yang tengah dilanda berbagai macam krisis kehidupan.
Kewajiban menegakkan syariat Islam menjadi konsekuensi sekaligus solusi atas berbagai persoalan umat. Syariat Islam dibebankan kepada setiap mukallaf, pemimpin, dan orang yang memiliki tanggungjawab, baik lembaga negara atau lainnya.
Semua diperintahkan untuk menegakkan keadilan, amar ma’ruf nahi munkar, dan menghukum sesuai dengan hukum Allah Ta’ala. Rasulullah SAW dan para Sahabat telah melaksanakan tugas tersebut. Nabi Muhammad SAW, telah menegakkan syariat di seluruh aspek kehidupan, sejak berdirinya negara Madinah Al-Munawarah, hingga setelah beliau wafat.
Kita sudah memahami bahwa kekuatan hukum yang dibuat oleh lembaga yang lebih tinggi tidak boleh ditentang oleh lembaga yang lebih rendah. Syariat Islam merupakan hukum yang tertinggi. Karenanya, tidak boleh ada aturan yang dibuat manusia yang bertentangan dengan aturan Allah Ta’ala.
SUARA HIDAYATULLAH, NOPEMBER 2010
Wallahu a’lam bish shawab. ***
Welcome To My Blog semoga dapat bermanfaat bagi pembaca semua,sekiranya ada tulisan yang tidak anda sukai,silahkan kirim e-mail ke (riyandi.rozikin@yahoo.co.id) ttp klo sebaliknya,silahkan ambilah yang baik,tinggalkan yang tidak bermanfaat bagi pembaca.TerimaKasih